Friday, September 21, 2012

AKU,SUAMIKU DAN KEBOHONGANKU




KISAH NYATA. Namaku Melati, anak ke-4 dari 6 bersaudara .  Aku terlahir dari keluarga yang berantakan di salah satu wilayah di Jakarta Utara, orang tuaku bercerai disaat usiaku 15 tahun. Ayahku menikah lagi dengan wanita selingkuhannya, dan sekarang jadi ibu tiriku. Aku tidak suka dengan ibu tiriku. Sebetulnya ibu tiriku itu tidak galak justru dia sayang sama aku, tapi aku tidak suka saja sama dia. Sebab karena dia lah keluarga orang tuaku jadi berantakan.

Aku besar dan diasuh oleh ibuku. Tapi kasih sayang ibuku itu aku rasakan tidaklah lama. Hanya berselang 3 tahun dari perceraian dengan Ayahku, ibuku jatuh sakit dan meninggal dunia. Adikku diasuh oleh kakakku yang paling tua, sedang aku karena sudah dianggap dewasa mulai hidup sendiri dengan bekerja di perusahaan garment di Jakarta Utara. 


Sepeninggal ibuku kehidupanku semakin tidak terarah, semakin liar,  karena terbentur biaya aku terpaksa tidak melanjutkan sekolahku. Benar-benar aku bergulat sendiri melawan kerasnya kota Jakarta.

Pria Idamanku

Aku berkenalan dengan seorang pria sederhana, bernama Agus anak bungsu dari 3 bersaudara. Dia orang Jawa Tengah halus tutur katanya, dia juga penyayang. Agus merupakan anak orang kaya, orang tuanya seorang pengusaha Agrobisnis di Jawa Tengah.  Agus sendiri bekerja di sebuah perusahaan ternama di Jakarta. Aku jatuh cinta dengan Agus, begitu juga Agus terhadapku. 

Aku dan agus berpacaran tidak lama, hanya sekitar  7 bulan.  Kemudian aku dan Agus memutuskan untuk melangsungkan pernikahan. Aku sangat bahagia menikah dengan Agus. Aku tinggal dirumah milik orang tua Agus di sebuah komplek Ellite di Jakarta Utara.  Semua kebutuhanku dipenuhinya, bahkan Agus tak pernah hitung-hitung dalam hal memberikan uang belanja. Sampai –sampai ATM Agus pun aku yang pegang.
Karena terlampau percayanya agus denganku aku mulai lupa diri, aku mulai boros. Setiap hari aku jalan di mall, makan, belanja beli baju dan lain-lain, yang akhirnya menguras isi ATM yang aku pegang. Karena rasa takut kalau ketahuan oleh Agus, aku mulai berani main hutang ke rentenir untuk menutupi isi ATM yang aku pegang.

Agus pun tidak marah karena setahu dia isi ATMnya masih kumplit. Hal seperti itu berlanjut terus hingga aku hamil anak pertamaku. Kehidupanku dengan kebiasaan borosku, dan dengan kebiasaan berhutangku pun terus berlanjut.  Hingga anakku Shinta lahir, dan mulai sekolah TK.

Masalah mulai datang ketika  pada suatu hari ada rentenir datang kerumah untuk menagih hutangku yang sudah jatuh tempo. Hutangku sebanyak 15 juta rupiah. Kebetulan aku sedang di rumah kakakku yang paling tua, jadi Agus yang menerimanya. Malam sepulang dari rumah kakakku, Agus marah sekali. Dia mengusir aku dari rumahnya. Karena menurutnya aku sudah tidak jujur. Memang sih kalau aku minta ke Agus pasti dibelikan. Mungkin karena aku berangkat dari orang miskin jadi begitu jadi orang kaya langsung kemaruk ingin menghabiskan uang.

Pulanglah aku kerumah kakakku, kakakku bilang aku harus merubah perilakuku, aku harus nurut dengan aturan suamiku. Jujur saja keluargaku sangat tidak mau kalau aku berpisah dengan Agus. Karena Agus adalah donator tetap keluargaku, Ayahku dan istrinya, kakak-kakakku serta adikku semua mendapat suplay keuangan dari Agus tiap bulannya.

Aku pun diantar oleh kakakku kembali kerumah Agus. Kakakku meminta maaf atas perilaku ku yang tidak jujur. Aku pun meminta maaf sama Agus dan berjanji tidak mengulang lagi. Mulai saat itu aku selalu dirumah, kerjaanku ngrumpi di rumah tetanggaku, aku  mulai mengabaikan pekerjaan rumah tanggaku, jadi setiap agus pulang kerja rumah pasti masih berantakan, shinta belum mandi, dan juga tidak ada masakan dirumah. Agus marah dan mulai melontarkan kata kasar, hinaan, cercaan terhadapku. Sejak saat itu uang belanjaku mulai dijatah perminggu sama Agus.

Intinya aku sudah gagal jadi ibu rumah tangga yang baik. Shinta suka jajan, bahkan sehari kalau aku turuti bisa 50 ribu habis hanya buat jajan. Sementara kalau dikasih tahu dia nangis tak berhenti seharian. Jatah perminggu buat belanja pun akhirnya selalu kurang. Kalau aku minta kekurangannya ke Agus dia selalu marah-marah. Memang sih jatah agus perminggu buat belanja memang sangat banyak, kalau seandainya aku kelola dengan baik sisanya masih bisa untuk ditabung.

Karena kekurangan uang belanja tiap minggunya itu akhirnya tanpa sepengetahuan Agus, aku berani berhutang dengan menggadaikan sertifikat rumah Agus (yang sekarang aku tempati) aku gadaikan ke tetanggaku dengan nilai nominal 10 juta ( padahal harga sertifikat itu bisa mencapai hampir 1M). Uang hasil gadai sertifikat itu aku berikan ke kakakku paling tua sebanyak 6 juta yang 4 juta buat pegangan aku.
Tak berapa lama kemudian kebohonganku pun terkuak, betapa marahnya agus terhadapku, kata-kata kasar, dan pukulan pun mendarat di tubuhku, bahkan dia pun akan memulangkan aku ke orang tuaku. Sedih sekali aku, karena aku tahu betapa beratnya keluarga kakakku dan keluarga Ayahku tanpa bantuan keuangan dari Agus.

Akhirnya aku dipulangkan ke orang tuaku secara baik-baik. Shinta aku bawa (karena dia adalah nyawaku) Cuma selama Shinta ada di tanganku orang tua Agus tidak mengijinkan, Agus mentransfer uang ke Anaknya. Orang tua Agus membiarkan aku sendiri yang memenuhi kebutuhan Shinta sendirian….

Kisah ini untuk pembelajaran kita bahwa kejujuran di dalam rumah tangga sangat penting…

Sumber : Melati (bukan nama sebenarnya)
Dengan penuh penyesalan Melati juga memohon maaf kepada Mas Agus(bukan nama sebenarnya) karena perbuatannya itu.

0 comments:

Post a Comment

Popular Posts

Theme images by andynwt. Powered by Blogger.
 

© TULISAN BUNDA, All Rights Reserved
Design by Dzignine and Conceptual photography