(KISAH DUKA SEORANG PEREMPUAN TENAGA KERJA INDONESIA DI
MALAYSIA)
Kisah nyata ini sengaja aku tulis sebagai bahan perenungan
dan introspeksi ke dalam diri kita masing-masing sebelum kita memutuskan
sesuatu hal yang penting dalam kehidupan kita.
Sebut saja Nur Khotimah (nama samaran) atau biasa dipanggil
Nur. Seorang perempuan kampung yang lugu dan masih polos dari daerah Ungaran
Jawa Tengah tepatnya dari desa Genuk. Dia terlahir sebagai anak sulung dari 5
bersaudara. Kedua orang tuanya adalah buruh tani, dengan menggarap sawah milik
orang lain. Karena penghasilan orang tuanya hanya cukup untuk biaya makan
sehari-hari, maka Nur dan adik-adiknya tidak bisa melanjutkan ke bangku sekolah
yang lebih tinggi, mereka hanya tamat sekolah dasar saja. Guna meringankan beban
orang tuanya Nur dan adik-adiknya ikut bekerja serabutan, guna membiayai
sekolah adik bungsunya yang masih duduk di kelas 3 sekolah dasar.
Karena semakin tinggi dan mahalnya kebutuhan hidup,
sementara penghasilan kedua orang tuanya tergantung dari panen padi yang kadang
tidak bisa dipastikan hasilnya, Nur pun berkeinginan untuk mencari rejeki
dengan menjadi TKI di Malaysia. Nur ingin uang hasil kerjanya di Malaysia untuk
mendirikan warung agar orangtuanya tidak menjadi buruh tani lagi. Dan Nur juga
ingin membuatkan rumah untuk orangtuanya, yang sudah 25 tahun ditempati hingga
sekarang sudah tidak layak huni lagi (reyot).
Nur akhirnya berangkat ke Ungaran untuk mendaftarkan diri
menjadi Tenaga Kerja Indonesia. Setelah mengurus segala urusan, akhirnya Nur
mendapatkan sponsor untuk berangkat ke Malaysia. Di Malaysia Nur bekerja
dikontrak 2 tahun di sebuah perusahaan ternama, dan mendapatkan gaji setelah
dikurangi dengan potongan-potongan biaya pada saat pemberangkatan ke Malaysia.
Setiap bulannya Nur bisa mengirim orang tuanya uang paling sedikit 1 juta rupiah. Nur sudah tidak mau tahu buat
apa dan diterima oleh siapa uang 1 juta rupiah itu dikampungnya. Yang jelas
selama 2 tahun Nur di Malaysia, rumah Nur dikampung tetap saja gubug reot yang
seperti pada saat pertama ditinggalkannya ke Malaysia.
Bencana itu mulai datang
Selama bekerja di Malaysia, Nur berkenalan dengan seorang
laki-laki asal Malaysia teman satu pekerjaan (Leader). Laki-laki itu menaruh
hati dengan Nur, tapi dasar Nur yang orang dusun yang masih lugu dan polos dia
tidak tahu bahwa laki-laki tersebut menaruh hati padanya. Suatu hari Nur diajak
ke Genting Island (salah satu daerah wisata di Malaysia), Karena Nur memang
ingin tahu tentang Malaysia, maka Nur pun menuruti ajakan laki-laki tersebut.
Sesampai di Genting island laki-laki tersebut menyewakan Nur sebuah hotel.
Disinilah awal penderitaan Nur dimulai. Nur diperkosa beramai-ramai setelah
diberi obat bius oleh laki-laki tersebut, dan setelah itu tubuh Nur dibiarkan
tergeletak tidak sadar tanpa selembar benangpun ditubuhnya di tepi jalan raya di
daerah Johor Bahru, Malaysia. Setelah kejadian tersebut Nur dikembalikan ke
Indonesia tanpa sepeserpun uang pesangon dari perusahaan yang mempekerjakannya.
Hanya gaji satu bulan terakhir itu saja yang dia bisa bawa kekampung
halamannya.
Dikampung halamannya Nur sangat kaget karena kondisi
rumahnya tidak berubah sama sekali, bahkan semakin menghawatirkan. Kedua orang
tuanya kondisinya sakit-sakitan. Nur baru tahu kalau uang pengirimannya selama
ini dipakai oleh adik laki-lakinya untuk berfoya-foya. Bahkan melihat Nur di
PHK dari pekerjaannya di Malaysia, adik laki-lakinya itu malah mau membunuhnya
karena adik laki-lakinya tidak lagi mendapatkan pasokan keuangan. Nur tidak
pernah bercerita tentang Nasibnya di Malaysia kepada keluarganya, bahkan aib
itu dia simpan rapi di dalam hatinya.
Selama 1 tahun dirumah, setiap hari kalau kedua orang tuanya
pergi kesawah Nur dirumah bersama adik-adik yang masih kecil, Nur selalu
menangis. Menangisi nasibnya yang sekarang sudah tidak berharga lagi, menangisi
kondisi rumah orang tuanya yang hampir roboh, menangisi nasib dan masa depan
adik-adiknya, dan menangisi tekanan dari
adik laki-lakinya yang selalu mengancam mau membunuhnya kalau Nur tidak
menghasilkan uang. Karena pikiran tersebut akhirnya Nur jatuh sakit.
Sakit yang diderita oleh Nur kian hari kian parah, akhirnya
Nur dirawat di rumah sakit di Semarang melalui Jamkesmas (Jaminan Kesehatan Masyarakat) yang
diurus oleh seorang aparat di desanya. Diagnosa dokter mengatakan Nur mengidap
penyakit kanker rahim stadium I. Nur tidak tahu penyakit apa itu. Yang penting
bagi dia saat itu bagaimana dia bisa keluar dari rumah sakit dan bisa mencari
uang buat kedua orang tuanya dan untuk biaya sekolah adik-adiknya.
Akhirnya Nur diijinkan berobat jalan oleh dokter. Kesempatan
ini tidak disia-siakan oleh Nur untuk mencari pekerjaan di Semarang. Di
Semarang Nur berkenalan dengan seorang wanita, dia mengajak Nur untuk masuk
lagi ke Malaysia menjadi TKI. Nur menolak ajakan wanita tersebut karena Nur
tidak mau dipekerjakan di perusahaan lagi dan mempunyai nasib seperti dulu lagi.
Wanita tersebutpun tidak kalah gencarnya merayu Nur agar mau masuk ke Malaysia
lagi. Wanita tersebut bilang mau dipekerjakan di rumah makan di Kuala Lumpur
dan dia juga mau meminjamkan uang untuk pengurusan hingga pemberangkatannya ke
Malaysia. Nur pun akhirnya berfikir dari pada dirumah dia melihat penderitaan
kedua orang tua dan adik-adiknya lebih baik dia mencari uang untuk kebahagiaan
mereka (orang tua dan adik-adiknya). Nur akhirnya menyetujui keberangkatannya
ke Malaysia untuk kedua kalinya.
Selama di Malaysia, Nur tinggal di penampungan di kawasan
Putra Jaya, penampungan itu dikelola oleh orang china Malaysia. Didalam
penampungan tersebut ada orang Indonesia, philiphina, dan orang Birma. Hari
pertama Nur tinggal di penampungan itu suasananya masih asing karena
orang-orang yang ada didalamnya berwajah sinis, cuek dan tidak mau tahu dengan
hadirnya penghuni baru seperti Nur. Semakin menambah rasa sepi dan takut di
hati Nur.
Akhirnya Nur tahu kalau rayuan temannya yang di Semarang itu
bohong, Nur dipekerjakan bukan di rumah makan, tapi di agen cleaning service.
Karena sudah terlanjur masuk dan diterima bekerja di agen cleaning service
tersebut, Nur pun ingin bersungguh-sungguh bekerja demi kedua orang tua dan
adik-adiknya.
Bulan pertama Nur bekerja masih dikatakan aman, bahkan Nur
sudah punya pelanggan tetap yang berani mengontrak Nur selama 3 bulan kedepan
untuk bekerja sebagai pembantu rumah tangga di rumah pelanggannya. Dan selama 3
bulan itu Nur tidak lagi tinggal di penampungan. Prestasi Nur yang dengan cepat
mendapatkan pelanggan tentunya tidak di sukai oleh teman-teman Nur satu
penampungan, terutama teman-teman Nur dari Indonesia. Mereka selalu mencari
akal agar Nur mendapatkan teguran dari bos.
Tiga bulan kontrak Nur dengan pelanggannya pun berakhir Nur
mendapatkan uang 900 ringgit dipotong untuk membayar hutang sponsor 600 ringgit
sisa 300 ringgit, itulah hasil kerja Nur selama 3 bulan sama pelanggan, akhirnya Nur pun harus kembali ke penampungan. Alangkah
kagetnya Nur begitu kembali ke penampungan karena semua barang-barang yang ada
di kamarnya dibuang oleh temannya yang dari Indonesia, alasannya ruangan sempit
(satu kamar ukuran 4x4 diisi 6 orang). Padahal barang-barang itu semua akan dia
berikan kepada kedua orang tua dan adik-adiknya. Nur menangis sedih karena
kalau sudah berada di penampungan otomatis kesempatan keluar untuk berbelanja
sudah tidak ada lagi. Kecuali ada yang mau mengontrak 3 bulan untuk bekerja di
rumah pelanggan, itu satu-satunya kesempatan Nur bisa menghirup udara luar
sembari membelikan buah tangan untuk orang tua dan adik-adiknya.
Penderitaan Nur selama di penampungan masih belum berakhir,
selain Nur tidak bisa mengirim uang selama 3 bulan pertama, Nur juga menderita
sakit di kakinya karena setiap hari disiram pembersih porselen oleh temannya
yang dari Indonesia. Setiap kali Nur Mandi, dari bawah pintu kamar mandi selalu
disiram satu botol cairan pembersih porselen ke arah kaki Nur. Sehingga kaki
Nur iritasi yang sangat parah sehingga Nur tidak bisa berjalan. Otomatis Nur
pun kehilangan pelanggan!
Karena dirasa Nur sudah tidak produktif lagi maka bosnya Nur
pun mengembalikan Nur ke Indonesia dengan alasan sakit. Tanpa diberi uang
pesangon. Hanya uang 300 ringgit saja yang Nur pegang. Akhirnya dengan diantar
pihak agen penampungan cleaning service dari Malaysia, Nur diantar hingga Johor
Bahru untuk menyeberang ke Batam. Nur membeli tiket dengan uang 300 ringgit di
tangannya. Sesampai di Batam Nur sudah tidak punya ongkos lagi untuk kembali ke
Semarang. Dia pun terpaksa menginap di Masjid Raya Batam sambil menunggu
bantuan dari sesiapapun yang Ikhlas memulangkannya ke Semarang….
Sumber : Nur Khotimah (nama samaran) kepada Tulisan Indah
Bunda…
0 comments:
Post a Comment