Friday, June 22, 2012

KETABAHAN SEORANG IBU

(Sudah dimuat di HARIAN BATAM POS 'Warga Menulis' terbit Minggu 23/12/2012)

Kisah ini merupakan kisah nyata perjalanan hidup seorang ibu beranak dua yang tinggal gubuk liar dipinggiran kota Batam, yang bisa kita jadikan contoh betapa kita harus mensyukuri apapun, berapapun dan bagaimanapun pemberian Allah SWT kepada kita umatNya.

Namanya Ibu Nur (bukan nama sebenarnya) seorang ibu dengan 2 orang anak perempuan yang beranjak remaja (yang besar kelas 2 SMU sedangkan yang kedua tahun ini baru mau masuk SMP), sedang suami Ibu Nur sudah tidak bekerja lagi karena di pecat dari perusahaan karena sering tidak masuk kerja karena sakit ginjal. Otomatis tulang punggung keluarga ada di tangan Ibu Nur dengan menjajakan kue brownies sampai ke Masjid Raya. Tentu saja penghasilan Ibu Nur ini tidak bisa dipastikan jumlahnya tiap harinya. Jadi bisa dibayangkan kalau penghasilannya tidak bisa mencukupi kebutuhan sehari-hari  ditambah untuk biasa sekolah kedua anaknya.


Suami ibu Nur sudah lama menderita penyakit ginjal. Dia tidak punya uang buat biaya berobat, jangankan untuk berobat ke rumah sakit, ke puskesmas saja yang gratis tetap saja berat bagi ibu Nur karena ongkos transportasinya mahal untuk ukuran Ibu Nur. Jadi suaminya hanya mengandalkan obat-obat alternative hasil bantuan tetangga kanan kirinya. Karena sudah tidak kerja di pabrik lagi, suami Ibu Nur setiap harinya mencangkul ladang di belakang rumahnya untuk ditanami singkong dan sayur-sayuran untuk keseharian Ibu Nur memasak.

Kadang ada timbul perasaan miris di hati Ibu Nur, kalau sedang berkumpul dengan keluarganya dirumah. Anaknya yang bungsu minta sekolah di SMP otomatis ibu Nur nggak punya biaya, jangankan buat biaya sekolah kebutuhan sekolah kakaknya (anak pertamanya) saja kadang sering ditunda-tunda nunggu ada rejeki lebih, apalagi ketambahan biaya sekolah si bungsu, otomatis tak tersisalah uang dapurnya. Suami ibu nur juga kadang berkomentar “ Bu, bapak tidak ada gunanya sebagai suami ya, Cuma memperberat kehidupan ibu dan anak-anak”. Hal seperti itulah yang sering membuat Ibu Nur menangis. Ibu Nur tak habis-habisnya memperbesar hati suaminya “ Bapak,nggak usah berfikir jauh seperti itu, sekarang rejeki bapak ada di tangan ibu, hanya do’a dan ridho dari bapak sajalah yang ibu harapkan sekarang, kita berjuang bersama ya Pak.” Subhanallah betapa tabahnya keluarga kecil ini.

Suatu hari tetangga sebelah Ibu Nur (kebetulan orang yang cukup mampu di kampung itu) sedang memasak rendang, aroma masakannya sampai ke rumah Ibu Nur. Tiba-tiba anak ibu Nur yang bungsu bilang sama Ibu Nur : “ Bu, kapan kita masak rendang kayak tetangga sebelah, adik pingin sekali makan rendang.” Kemudian ibu Nur menjawab keinginan anaknya: “Insyaallah kalau nanti ibu dapat rejeki lebih, ibu masak rendang kesukaan adik, ya.” Hanya kata-kata hiburan itu yang bisa keluar dari mulut ibu Nur, biarpun hatinya menangis mendengar keinginan anaknya. Jujur saja Ibu nur mengakui kalau keluarganya makan daging sapi pada saat hari raya Idul Adha saja, selebihnya tidak pernah.

 Dua minggu kemudian ibu Nur datang ke Masjid Raya Batam untuk menawarkan dagangan browniesnya ke Ibu-ibu Majelis Taklim yang sedang mengadakan acara pengajian di Masjid Raya. Tiba-tiba ibu Nur dipanggil oleh salah satu ketua Majelis Taklim tersebut :
 “ Bu, sudah dapat makanan belum? “  Ibu-ibu majelis taklim sedang membagikan makanan tekwan (makan khas Palembang) kepada semua anggota Majelis Taklim.
Sudah Bu…” jawab Bu Nur.
“Nih aku kasih lagi tekwannya, kamu bawa pulang ya.. sekalian sembakonya dibawa ya!” perintah ibu ketua majelis taklim itu sambil memasukkan wadah tekwan itu ketas ibu Nur.
“Terimakasih bu…” jawab ibu Nur sambil menenteng satu tas sembako pemberian ibu ketua Majelis Taklim.
 Sesampai dirumah ibu Nur memanggil anak bungsunya sambil menunjukkan oleh-olehnya berupa tekwan dan satu paket sembako kepada anak bungsunya. Anak ibu Nur begitu senang melihat bawaan ibunya. Di dalam paket sembako itu ada beras bermerek terkenal, minyak goreng mahal, pokoknya yang tidak terbeli oleh ukuran keuangan ibu Nur. Anaknya yang bungsu bilang :
”bu kita masak beras enak ini ya bu.”  Bu Nur hanya bisa tersenyum sembari menganggukkan kepalanya. Maklum bu Nur hanya bisa membelikan beras BULOG untuk makan sehari-harinya, yang kalau dimakan sangat keras rasanya. Sambil menyiapkan nasi yang baru selesai di tanak, anak ibu nur yang bungsu sibuk membuka bungkusan tekwan pemberian ibu ketua Majelis Taklim, tiba-tiba anak ibu Nur teriak:
 “Ibu kok tekwan warnanya hitam?”  Bu Nur kaget masa sih warnanya hitam, hati bu Nur tidak percaya, tadi ibu Majelis Taklim bilang yang ada di dalam bungkus itu tekwan.   
Karena dilihatnya ibu Nur tidak percaya, anak ibu Nur menunjukkan bungkusan yang dibilang tekwan itu, …” ooo… adik, ini rendang dik…” kata ibu nur ke anaknya. “Alhamdulillah ya Allah, adik lagi pingin sekali makan rendang, seperti yang di masak tetangga 2 minggu yang lalu …”kata anak ibu Nur.  Bu Nur kebingungan antara rasa berdosa karena merasa itu bukan haknya dan melihat  begitu bahagianya anaknya yang berkeinginan makan rendang semenjak 2 minggu yang lalu. Ibu Nur pun sibuk menghubungi ibu Ketua Majelis Taklim melalui telpon selulernya, Cuma apa daya pulsa tidak mencukupi, kemudian dia menghubungi melalui sms, telpon dari ibu ketua Majelis Taklim sedang tidak aktif. Akhirnya jalan satu-satunya menunggu minggu depannya lagi untuk menemui ibu majelis taklim tersebut, guna minta maaf.

Akhirnya dimakanlah rendang yang masih membingungkan posisinya itu oleh anaknya ibu Nur, “Bu di makannya sama nasi yang enak itu ya bu.”  Kata anaknya lagi. Diambilkanlah satu piring nasi yang enak itu ke piring anaknya, kemudian apa kata anaknya:” enaknya bu ini dimakannya pakai kecap saja enak bu” kata anaknya sambil membayangkan kenikmatan nasi yang sangat pulen itu sambil mengambil suapan pertama. Selagi memasukkan suapan pertama ke mulutnya anak ibu Nur berkomentar lagi :” Ibu nggak usah pakai kecap bu, dimakan nasinya saja sudah enak bu, adik makan nasi saja bu.” Rasa terharu bercampur sedih, berdosa campur aduk dalam hati ibu beranak dua ini. Ya Allah, berdosakah kami ya Allah memakan rendang yang bukan hak kami…

Satu minggu kemudian Ibu nur menemui ibu ketua majeli Taklim di Masjid Raya. Apa kata ibu majelis taklim itu “ iya ibu Nur, kemaren saya salah ambil, tapi tidak apalah itu rejeki dari Allah buat anakmu.”  “Alhamdulillah ya Allah… “ teriak hati ibu Nur saat itu, melihat keikhlasan ibu ketua majelis Taklim itu. Hati ibu Nur jadi lega. Allah memang Maha Segalanya…
SUMBER : Ibu Nur (nama samaran) dari kampung Tembesi, Batu aji.
NB : Teruntuk Ibu Nur (nama samara) terimakasih brownies buah naganya ya…enak banget…Alhamdulillah ya bu Si Adik dapat beasiswa dari Lembaga Amil Zakat.. mudah-mudahan cita-cita Adik dapat terlaksana...AMIN  (Mama Gaza)

0 comments:

Post a Comment

Popular Posts

Theme images by andynwt. Powered by Blogger.
 

© TULISAN BUNDA, All Rights Reserved
Design by Dzignine and Conceptual photography