(Sudah dimuat di HARIAN BATAM POS 'Warga Menulis' terbit Minggu 23/12/2012)
Kisah ini merupakan kisah nyata perjalanan hidup seorang ibu
beranak dua yang tinggal gubuk liar dipinggiran kota Batam, yang bisa kita
jadikan contoh betapa kita harus mensyukuri apapun, berapapun dan bagaimanapun
pemberian Allah SWT kepada kita umatNya.
Namanya Ibu Nur (bukan nama sebenarnya) seorang ibu dengan 2
orang anak perempuan yang beranjak remaja (yang besar kelas 2 SMU sedangkan yang
kedua tahun ini baru mau masuk SMP), sedang suami Ibu Nur sudah tidak bekerja
lagi karena di pecat dari perusahaan karena sering tidak masuk kerja karena
sakit ginjal. Otomatis tulang punggung keluarga ada di tangan Ibu Nur dengan
menjajakan kue brownies sampai ke Masjid Raya. Tentu saja penghasilan Ibu Nur
ini tidak bisa dipastikan jumlahnya tiap harinya. Jadi bisa dibayangkan kalau
penghasilannya tidak bisa mencukupi kebutuhan sehari-hari ditambah untuk biasa sekolah kedua anaknya.
Suami ibu Nur sudah lama menderita penyakit ginjal. Dia tidak
punya uang buat biaya berobat, jangankan untuk berobat ke rumah sakit, ke
puskesmas saja yang gratis tetap saja berat bagi ibu Nur karena ongkos
transportasinya mahal untuk ukuran Ibu Nur. Jadi suaminya hanya mengandalkan
obat-obat alternative hasil bantuan tetangga kanan kirinya. Karena sudah tidak
kerja di pabrik lagi, suami Ibu Nur setiap harinya mencangkul ladang di
belakang rumahnya untuk ditanami singkong dan sayur-sayuran untuk keseharian
Ibu Nur memasak.
Kadang ada timbul perasaan miris di hati Ibu Nur, kalau
sedang berkumpul dengan keluarganya dirumah. Anaknya yang bungsu minta sekolah
di SMP otomatis ibu Nur nggak punya biaya, jangankan buat biaya sekolah kebutuhan
sekolah kakaknya (anak pertamanya) saja kadang sering ditunda-tunda nunggu ada rejeki
lebih, apalagi ketambahan biaya sekolah si bungsu, otomatis tak tersisalah uang
dapurnya. Suami ibu nur juga kadang berkomentar “ Bu, bapak tidak ada gunanya
sebagai suami ya, Cuma memperberat kehidupan ibu dan anak-anak”. Hal seperti
itulah yang sering membuat Ibu Nur menangis. Ibu Nur tak habis-habisnya memperbesar
hati suaminya “ Bapak,nggak usah berfikir jauh seperti itu, sekarang rejeki
bapak ada di tangan ibu, hanya do’a dan ridho dari bapak sajalah yang ibu
harapkan sekarang, kita berjuang bersama ya Pak.” Subhanallah betapa tabahnya
keluarga kecil ini.
Suatu hari tetangga sebelah Ibu Nur (kebetulan orang yang
cukup mampu di kampung itu) sedang memasak rendang, aroma masakannya sampai ke
rumah Ibu Nur. Tiba-tiba anak ibu Nur yang bungsu bilang sama Ibu Nur : “ Bu,
kapan kita masak rendang kayak tetangga sebelah, adik pingin sekali makan
rendang.” Kemudian ibu Nur menjawab keinginan anaknya: “Insyaallah kalau nanti
ibu dapat rejeki lebih, ibu masak rendang kesukaan adik, ya.” Hanya kata-kata
hiburan itu yang bisa keluar dari mulut ibu Nur, biarpun hatinya menangis
mendengar keinginan anaknya. Jujur saja Ibu nur mengakui kalau keluarganya
makan daging sapi pada saat hari raya Idul Adha saja, selebihnya tidak pernah.
Dua minggu kemudian
ibu Nur datang ke Masjid Raya Batam untuk menawarkan dagangan browniesnya ke
Ibu-ibu Majelis Taklim yang sedang mengadakan acara pengajian di Masjid Raya.
Tiba-tiba ibu Nur dipanggil oleh salah satu ketua Majelis Taklim tersebut :
“
Bu, sudah dapat makanan belum? “ Ibu-ibu
majelis taklim sedang membagikan makanan tekwan (makan khas Palembang) kepada
semua anggota Majelis Taklim.
“ Sudah Bu…” jawab Bu Nur.
“Nih aku kasih lagi tekwannya, kamu bawa pulang ya..
sekalian sembakonya dibawa ya!” perintah ibu ketua majelis taklim itu sambil
memasukkan wadah tekwan itu ketas ibu Nur.
“Terimakasih bu…” jawab ibu Nur sambil menenteng satu tas
sembako pemberian ibu ketua Majelis Taklim.
Sesampai dirumah ibu Nur memanggil anak bungsunya sambil
menunjukkan oleh-olehnya berupa tekwan dan satu paket sembako kepada anak
bungsunya. Anak ibu Nur begitu senang melihat bawaan ibunya. Di dalam paket
sembako itu ada beras bermerek terkenal, minyak goreng mahal, pokoknya yang
tidak terbeli oleh ukuran keuangan ibu Nur. Anaknya yang bungsu bilang :
”bu
kita masak beras enak ini ya bu.” Bu Nur
hanya bisa tersenyum sembari menganggukkan kepalanya. Maklum bu Nur hanya bisa
membelikan beras BULOG untuk makan sehari-harinya, yang kalau dimakan sangat
keras rasanya. Sambil menyiapkan nasi yang baru selesai di tanak, anak ibu nur
yang bungsu sibuk membuka bungkusan tekwan pemberian ibu ketua Majelis Taklim,
tiba-tiba anak ibu Nur teriak:
“Ibu kok tekwan warnanya hitam?” Bu Nur kaget masa sih warnanya hitam, hati bu
Nur tidak percaya, tadi ibu Majelis Taklim bilang yang ada di dalam bungkus itu
tekwan.
Karena dilihatnya ibu Nur tidak
percaya, anak ibu Nur menunjukkan bungkusan yang dibilang tekwan itu, …” ooo…
adik, ini rendang dik…” kata ibu nur ke anaknya. “Alhamdulillah ya Allah, adik
lagi pingin sekali makan rendang, seperti yang di masak tetangga 2 minggu yang
lalu …”kata anak ibu Nur. Bu Nur kebingungan antara rasa berdosa karena merasa itu bukan haknya
dan melihat begitu bahagianya anaknya
yang berkeinginan makan rendang semenjak 2 minggu yang lalu. Ibu Nur pun sibuk
menghubungi ibu Ketua Majelis Taklim melalui telpon selulernya, Cuma apa daya
pulsa tidak mencukupi, kemudian dia menghubungi melalui sms, telpon dari ibu
ketua Majelis Taklim sedang tidak aktif. Akhirnya jalan satu-satunya menunggu
minggu depannya lagi untuk menemui ibu majelis taklim tersebut, guna minta
maaf.
Akhirnya dimakanlah rendang yang masih membingungkan
posisinya itu oleh anaknya ibu Nur, “Bu di makannya sama nasi yang enak itu ya
bu.” Kata anaknya lagi. Diambilkanlah
satu piring nasi yang enak itu ke piring anaknya, kemudian apa kata anaknya:”
enaknya bu ini dimakannya pakai kecap saja enak bu” kata anaknya sambil
membayangkan kenikmatan nasi yang sangat pulen itu sambil mengambil suapan
pertama. Selagi memasukkan suapan pertama ke mulutnya anak ibu Nur berkomentar
lagi :” Ibu nggak usah pakai kecap bu, dimakan nasinya saja sudah enak bu, adik
makan nasi saja bu.” Rasa terharu bercampur sedih, berdosa campur aduk dalam
hati ibu beranak dua ini. Ya Allah, berdosakah kami ya Allah memakan rendang
yang bukan hak kami…
Satu minggu kemudian Ibu nur menemui ibu ketua majeli Taklim
di Masjid Raya. Apa kata ibu majelis taklim itu “ iya ibu Nur, kemaren saya
salah ambil, tapi tidak apalah itu rejeki dari Allah buat anakmu.” “Alhamdulillah ya Allah… “ teriak hati ibu
Nur saat itu, melihat keikhlasan ibu ketua majelis Taklim itu. Hati ibu Nur
jadi lega. Allah memang Maha Segalanya…
SUMBER : Ibu Nur (nama samaran) dari kampung Tembesi, Batu aji.
NB : Teruntuk Ibu Nur (nama samara) terimakasih brownies
buah naganya ya…enak banget…Alhamdulillah ya bu Si Adik dapat beasiswa dari Lembaga Amil Zakat.. mudah-mudahan cita-cita Adik dapat terlaksana...AMIN (Mama Gaza)
0 comments:
Post a Comment